Septian Chandra Hermawan

Jumat, 21 Desember 2012


Raja Bus itu Selalu Turun Gunung

oleh bismania community pada 10 Juni 2012 pukul 18:03 ·
Masyarakat Priangan Timur dikenal sebagai masyarakat yang kreatif. Banyak sudah pengusaha-pengusaha sukses yang berasal dari Tasik, Ciamis, Garut, dan sekitarnya. Dan hebatnya, para entrepreneur tersebut berangkat dari keprihatinan. Ada yang berasal dari penjual aci, ada juga yang asalnya kernet angkot.
Kali ini, Kabar Priangan menyajikan kisah sukses para pengusaha besar dari Priangan Timur. Kisah sukses dan perjuangan mereka membangun kerajaan bisnisnya, diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.

Perusahaan Otobus Budiman saat ini menjelma menjadi salah satu perusahaan transportasi umum terbesar di Kota Tasikmalaya. Dengan jumlah lebih dari 1.000 armada meliputi bus ukuran besar dan sedang, PO Budiman saat ini menjadi salah satu "Raja" transportasi di jawa barat.
Perusahaan yang melayani sekitar 100 trayek dalam provinsi hingga antar provinsi itu menyerap ribuan tenaga kerja. Tak salah jika julukan "Kerajaan Bus" di Priangan Timur melekat di perusahaan yang berdiri pada awal 1990 an ini.
Dibalik gagahnya armada bus yang hilir mudik di jalanan, terdapat sosok Saleh Budiman. Pemilik kerajaan bus itu seperti tak kenal lelah mengurusi manajemen perusahaan yang mulai diestafetkan kepada putra-putranya.
Sang raja yang usianya menginjak lebih dari tiga perempat abad ini hampir setiap hari menghabiskan waktunya mengurusi perusahaan yang berlokasi di Jalan IR Juanda Kota Tasikmalaya itu.
Ketika "KP" hendak menemuinya, salah seorang petugas menunjukan sebuah bangunan yang berada di bagian belakang pool bus. Sesampainya di bangunan itu, seorang sekretarisnya pun langsung menunjukan sebuah ruangan sederhana di bagian belakang bangunan tersebut. "Bapak jarang didepan, biasanya suka di belakang," katanya sembari menunjukan ruangan dekat pul bus sedang.
Ruangan yang ditunjukan itupun tidak seperti ruangan seorang raja yang mewah. Atapnya hanya beralaskan asbes. Ketika terik matahari di siang hari mulai menyengat, udara di ruangan itu pun mulai menghangat. Tak ada alat penyejuk ruangan sekalipun. Di mejanya pun banyak menumpuk kertas coretan berbagai urusan perusahaan.
Di mata pekerjanya, ruangan itupun dianggap lebih baik dari ruangan sebelumnya. Letak ruangan itu memang bersebelahan dengan ruangan yang sering dipakai sehari-hari oleh Saleh Budiman. Lagi-lagi dindingnya hanya berlapiskan bilik dan beratapkan seng.
Lebih mengherankan lagi sosok Saleh Budiman di mata para pekerjanya. Lelaki berusia 83 tahun ini acapkali terlihat ikut memperbaiki bus yang masuk kandang karena perlu perbaikan. Bahkan keperluan untuk membeli onderdilpun masih dilakukannya ketika ada waktu luang. "Nanti saja ya wawancaranya kalau sudah salse. Sekarang mau beli onderdil dulu," kata Saleh, singkat.
Keseharian Saleh Budiman memang penuh dengan kesederhanaan. Menurut para pekerja yang sering mendapatkan tugas langsung darinya, ruangan tersebut sengaja ditempati untuk menghilangkan perbedaan antara pekerja dengan bos. Bahkan tak jarang pula Sang "Raja" ini makan beralaskan daun pisang bersama supir maupun mekanik.
"Waktu itu saja pernah bercerita, makan di rumah makan mewah itu tidak nikmat. Nikmat keneh kieu (berkumpul bersama supir dan mekanik). Bahkan ketika rapat dengan penguruspun suka berbicara bahwa perjuangan membangun perusahaan ini meurih," kata salah seorang sopir.
Hal itu juga tidak dipungkiri salah seorang putranya, Dede Sudrajat. Sebenarnya ruang kerja ayahnya itu telah disediakan dengan fasilitas lengkap beserta sekretarisnya. Namun ruangan tersebut jarang digunakan kecuali menerima tamu-tamu dari perusahaan dan perbankan.
"Ya memang seperti itu ruangan yang digunakan bapak. Tidak ada karpet ataupun AC. Atapnya juga dari asbes. Sementara ruang yang disediakan perusahaan jarang digunakan, kecuali saat-saat tertentu," kata Dede ketika ditemui "KP".
Dede yang menjabat sebagai Wakil Wali Kota Tasimalaya itu pun telah berulangkali mengingatkan ayahnya supaya menggunakan fasilitas yang telah disediakan. Ternyata, di ruangan sederhana itu memberikan kenikmatan bekerja tersendiri bagi Saleh Budiman.
"Bapak lebih suka berjam-jam di lapangan. Mengapa? karena sudah menikmatinya. Katanya supaya lebih mudah membangun komunikasi langsung tanpa struktural. Meski memiliki perusahaan besar, juga tidak berarti penuh dengan kemewahan. Karena bapak dari dulu tidak memprioritaskan kebutuhan barang. Pakaian sederhana, HP juga biasa. Hanya mobil saja yang tergolong mewah. Selebihnya biasa-biasa saja," kata nya. (*)